Frengky Jamento

Belum menuliskan informasi profilenya.

Selengkapnya
Navigasi Web
Pendekatan Matematika Realistik   Salah Satu Upaya Meningkatkan Minat Siswa dalam Pembela

Pendekatan Matematika Realistik Salah Satu Upaya Meningkatkan Minat Siswa dalam Pembela

Pendekatan Matematika Realistik;

Salah Satu Upaya Meningkatkan Minat Siswa dalam Pembelajaran Matematika

Oleh : Fransiskus Jamento, S.Pd

Guru SDI Lareng – Ndoso Manggarai Barat – NTT

Sekretaris PGRI Cabang Ndoso

E-mail : [email protected]

HP/WA : 0812 3855 4472

PENDAHULUAN

Salah satu catatan kritis terhadap proses pembelajaran Matematika adalah kurangnya keterkaitan antara kegiatan pembelajaran yang didesain oleh guru dengan kehidupan nyata yang dihadapi siswa di lingkungannya. Pembelajaran akan lebih menarik dan menyenangkan apabila dikaitan dengan situasi nyata (realistik) dan kontekstual yang dialami siswa di lingkunganya. Situasi yang realistik dijadikan titik tolak pembelajaran untuk dikaji secara kaidah matematika serta akan diaplikasikan kembali pada dunia nyata yang diamlami dan dihadapi lansung oleh siswa dalam kesehariannya. Pembelajaran realistik sejalan dengan teori psikologi perkembangan yang menempatkan usia sekolah dasar pada tahap operasional konkrit. Artinya desain pembelajaran berbasis pendekatan yang konkrit baik metode maupun media yang digunakan memberikan kontribusi dalalm tahap perkembangan berlajar siswa sekolah dasar. Sehingga pembelajaran matematika dapat memberikan bekal hidup untuk memampukan siswa berpikir kritis dalam menyelesaikan permasalahan yang dihadapi dalam kehidupan sehari-hari.

Mack (Sabina., 2012 : 105); mengemukakan bahwa matematika adalah hasil pemikiran, yang menunjukan keutuhan kapasitas pikiran dalam menemukan urutan dan pola peristiwa di dunia, untuk menjelaskan dan memberi arti intelektual tentang dunia, dan untuk menikmati tantangan dan pemecahan masalah yang dimunculkan oleh dirinya sendiri. Pemikiran ini memberikan suatu penegasan akan peran penting cara olah pikir (matematika) dalam pemecahan masalah kehidupan manusia baik dalam penerapannya pada ilmu alam maupun ilmu sosial yang mengkaji tentang aspek kehidupan manusia. Proses pembelajaran di setiap jenjang pendidikan akan diarahkan pada tujuan pencapaian kematangan keterampilan berpikir kritis dalam menghadapi situasi yang dijumpai dalam kehidupa peserta didik kelak. Undang-undang Sistem Pendidikan Nasional Nomor 20 Tahun 2003 (2003 : 4), dengan mengggarisbawahi bahwa pendidikan merupakan usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif mengembangkan potensi dirinya. Tuntutan ideal pembelajaran ini masih belum optimal dikembangkan pada beberapa satuan pendidikan, juga paling penting adalah masalah pembelajaran yang isinya kurang edukatif, minat siswa yang rendah terhadap mata pelajaran tertentu (matematika).

Nurhadi (Makhrus, et al., 2008 : 2) memberikan catatan kritis bahwa sejauh ini pendidikan kita masih didominasi oleh pandangan bahwa pengetahuan sebagai perangkat fakta-fakta yang harus dihafal. Guru idealnya berinteraksi dengan siswa agar siswa lebih mudah memahami apa yang telah diajarkan, pembelajaran juga perlu dikaitkan dengan kehidupan nyata yang dialami oleh siswa untuk membangkitkan minat belajar serta mempermudah dalam menguasai komptensi yang akan diukur oleh guru. Berdasarkan pengalaman pribadi penulis selama mengampu mata pelajaran matematika di SD Inpres Lareng, kecamatan Ndoso kabupaten Manggarai Barat Nusa Tenggara Timur bahwa minat siswa dalam mengikuti pembelajaran matematika masih belum optimal. Matematika dianggap sebagai mata pelajaran yang menakutkan bahkan dianggap sebagai mata pelajaran paling sulit. Rendahnya minat siswa dapat diukur melalui indikator perolehan nilai ujian akhir semester yang menempatkan nilai rata-rata kelas mata pelajaran matematika pada posisi terendah diantara mata pelajaran lainnya. Bahkan dalam penentuan Kriteria Ketuntatasan Minimal (KKM) di sekolah pun; KKM mata pelajaran matematika menduduki angka terendah. Menurut penulis kemungkinan salah satu faktor yang menyebabkan rendahnya hasil belajar siswa adalalah rendahnya minat belajar siswa terhadap mata pelajaran matematika.

Minat dapat menghasilkan ketekunan mencapai kebehasilan yang selanjutnya pengalaman sukses tersebut akan memotivasi siswa untuk mengerjakan tugas berikutnya. Keberhasilan dalam mencapai tujuan akan menghasilkan kepuasan, dan siswa akan berminat untuk terus berusaha mencapai tujuan yang serupa. Hardjana (1994), dalam (http://www.sarjanaku.com/2012/12/pengertian-minat-belajar-siswa-menurut.html ; diakses : Senin, 2 Maret 2020); memberikan pemikiran tentang definisi minat secara umum sebagai kecenderungan hati yang tinggi terhadap sesuatu yang timbul karena kebutuhan, yang dirasa atau tidak dirasakan atau keinginan hal tertentu. Bertolak dari pendapat ini; minat belajar matematika dapat diartikan sebagai perasaan tertarik, ingin tahu yang tinggi disertai usaha memberi perhatian yang lebih besar terhadap konsep maupun keterampilan matematika yang dipelajari dan mengikuti kegiatan yang dilakukan dengan rasa senang karena dorongan jiwa atas kebutuhan untuk mendapatkan informasi, pengetahuan, serta kecakapan dan keterampilan tentang bilangan, geometri, pengukuran dan pengolahan data.

Oleh karena besarnya pengaruhi minat belajar siswa dalam pembelajaran matematika terhadap hasil belajar matematika maka tuntutan akan desain penyajian materi perlu diperhatikan oleh guru. Materi pembelajaran yang diberikan dalam bentuk konsep baku yang sudah jadi lalu dihafal oleh siswa secara instan tanpa melibatkan siswa dalam penemuan berbagai cara dalam setiap proses matematika akan memberikan kontribusi rendahnya minat siswa terhadap matematika. Salah satu upaya meningatkan minat belajar siswa terhadap pembelajaran matematika adalah melalui pola pembelajaran dengan melibatkan siswa menemukan serta menyajikan peristiwa situasi nyata yang sering dialami siswa dalam kehidupannya. Penyajian contoh dalam matematika diusahakan bersumber dari masalah kontekstual yang realistis atau nyata dijumpai sehari-hari oleh siswa di lingkungannya sehingga matematika dapat diaplikasikan kembali pada kehidupan sehari-hari. Masalah rendahnya minat siswa terhadap pembelajaran matematika ini menuntut guru untuk mendesain pembelajaran melalui pendekatan yang menyenangkan, rileks dan bertolak dari situasi nyata yang dijumpai sehari-hari. Salah satu solusi yang ditawarkan adalah pola pendekatan pembelajaran matematika realistik.

Sabina (2012 : 104); menjelaskan bahwa pendekatan realistik adalah suatu pendekatan yang menggunakan masalah realistik sebagai pangkal tolak pembelajaran. Implikasi dari pemanfaatan masalah dunia nyata sebagai pangkal tolak pembelajaran maka pemilihan situasi dan media pun perlu diusahakan benar-benar kontekstual atau sesuai dengan pengalaman siswa, sehingga dapat memecahkan masalah dengan cara formal melalui matematika. Pembelajaran matematika realistik memberikan kesempatan kepada siswa untuk menemukan kembali dan memahami konsep-konsep matematika berdasarkan pada masalah realistik yang diberikan oleh guru. Situasi realistik dalam masalah memungkinkan siswa menggunakan cara-cara informal untuk menyelesaikan masalah. Cara-cara informal siswa yang merupakan produksi siswa memegang peranan penting dalam penemuan kembali dan memahami konsep sehingga memberi kontribusi positif terhadap minat belajar matematika.

Pembahasan

Minat Belajar Matematika

Keberhasilan kegiatan pembelajaran merupakan tanggung jawab besar yang diemban oleh guru; oleh karena itu desain pembelajaran perlu membangkitkan minat peserta didik terhadap mata pelajaran yang diampu. Melalui minat belajar yang tinggi memudahkan siswa untuk partisipasi aktif dalam interaksi dalam pembelajaran sehingga tujuan komptensi yang menjadi tujuan akan tercapai. Beberapa pakar mendefinisikan minat belajar siswa dari berbagai sudut pandang (http://www.sarjanaku.com/2012/12/pengertian-minat-belajar-siswa-menurut.html ; diakses : Senin, 2 Maret 2020), diantaranya :

Hardjana (1994), menjelaskan bahwa minat merupakan kecenderungan hati yang tinggi terhadap sesuatu yang timbul karena kebutuhan, yang dirasa atau tidak dirasakan atau keinginan hal tertentu. Minat dapat menjadi sebab sesuatu kegiatan dan sebagai hasil dari keikutsertaan dalam suatu kegiatan. Artinya bahwa minat belajar matematika atas dasar dorongan keinginan dan kecenderungan hati dan jiwa untuk mendapatkan informasi, pengetahuan, kecakapan melalui usaha, pengajaran atau pengalaman. Penekanan pemikiran ini terletak pada minat didorong oleh kebutuhan akan sesuatu yang ingin dicapai, artinya apabila materi/kompentesi pembelajaran dinggap oleh siswa sebagai sebuah kebutuhan maka usaha untuk mempelajari dan mendalaminya sangat tinggi. Minat siswa akan terpelihara apabila menganggap apa yang dipelajari memenuhi kebutuhan pribadi atau bermanfaat dan sesuai dengan nilai yang dipegang. Merasa diri kompeten atau mampu merupakan potensi untuk dapat berinteraksi secara positif dengan lingkungan.

Lockmono (1994), menjelaskan bahan minat dapat diartikan kecenderungan untuk dapat tertarik atau terdorong untuk memperhatikan seseorang sesuatu barang atau kegiatan dalam bidang-bidang tertentu. Hal ini menekanan bahwa minat seorang siswa terhadap matematika karena diletakkan atas dasar rasa tertarik, suka dan rasa ingin yang tinggi untuk mempelajarinya.

Mendukung kedua definisi di atas, Slameto (2010 : 180) menjelasakan bahwa minat adalah suatu rasa lebih suka dan rasa kaitan pada suatu hal atau aktivitas, tanpa ada yang menyuruh. Minat diimplementasikan melalui partisipasi aktif dalam suatu kegiatan. Pemikiran ini bermakna bahwa siswa cenderung untuk memberi perhatian yang lebih besar terhadap sesuatu yang dipelajari dan mengikuti kegiatan yang dilakukan dengan rasa senang karena dorongan/berminat terhadap materi pembelajaran.

Jadi dapat disimpulkan bahwa minat belajar matematika sebagai perasaan tertarik, ingin tahu yang tinggi disertai usaha memberi perhatian yang lebih besar terhadap konsep maupun keterampilan matematika sesuatu yang dipelajari dan mengikuti kegiatan yang dilakukan dengan rasa senang karena dorongan jiwa atas kebutuhan untuk mendapatkan informasi, pengetahuan, serta kecakapan dan keterampilan.

Sudaryono (2012 :125), bahwa untuk mengetahui seberapa besar minat belajar siswa dapat diukur melalui :

Pertama : Kesukaan. Kesukaan tampak dari kegairahan siswa dalam mengikuti pelajaran. Oleh karena itu desain pembelajaran diharuskan agar siswa memiliki perasaan suka baik oleh karena cara guru dalam penyajian yang bersumber dari realita kehidupan siswa maupun media yang tidak asing; mudah dipahami, bisa diotak-atik dan sangat menyenangkan.

Kedua : Ketertarikan. Ketertarikan dapat diukur dari respon seseorang untuk menanggapi sesuatu. Setelah memiliki rasa suka siswa akan tertarik untuk belajar bahkan sampai pada tingkat untuk tidak menyiakap waktu untuk mempelajariya.

Ketiga : Perhatian. Perhatian dapat diukur dari apabila seseorang memiliki keseriusan selama proses pembelajaran berlangsung. Tentu perhatiaan ini pada tingkat lebih akibatnnya daya rasa suka dan tertarik pada pembelajaran Matematika. Adaya perhatian didorong rasa ingin tahu. Dengan demikian perhatian merupakan proses pemusatan pikiran/psikis dan perasaan terhadap suatu objek (materi pembelajaran). Apabila peserta didik yang memiliki minat terhadap pembelajaran matematika, maka siswa akan cenderung memberikan perhatian yang lebih besar terhadap materi yang dipelajarinya. Maka peran penting guru adalah menumbuhkan minat siswa terhadap pembelajaran. Kesimpulannya bahwa semakin terpusat perhatian siswa terhadap materi pembelajaran, proses pembelajaran akan semakin baik, efektif, menyenangkan dan pada akhirnya akan tercapainya hasil belajar yang memuaskan.

Keempat : Keterlibatan. Dengan adanya rasa suka, tertarik dan perhatian maka dengan sendirinya akan timbul aksi terlibat aktif dalam pembelajaran. Terlibat sebagai reaksi puncak terhadap apa yang siswa sukai sehingga pada tarafnya pembelajaran matematika menjadi sebuah aktifitas fisik dan psikis. Keterlibatan dapat diartikan sebagai kemauan, keuletan, dan kerja keras yang tinggi, berusaha menemukan hal-hal yang baru yang berkaitan dengan pelajaran yang diberikan guru di sekolah. Keterlibatan siswa dapat dilihat dari keaktifan siswa selama proses pembelajaran, misalnya bertanya, menjawab pertanyaan, dan berani tampil apabila disuruh oleh guru.

Hal penting yang diuraikan di atas bahwa rasa ketertarikan, perhatian dan terlibat merupakan hal yang bisa dijadikan indikator untuk menentuan besar kecilnya minat belajar siswa terhadap pembelajaran matematika. Pengamatan rasa tertarik, perhatian dan terlibat akan tergambar dari prilaku fisik saat pembelajaran berlansung. Siswa akan tidak dilihat masa bodoh tetapi ada ekpresi keinginan tinggi yang bisa diamati oleh guru. Reaksi inilah yang disebut sebagai memiliki minat belajar. Jadi kesimpulannya bahwa agar minat terhadap mata pelajaran matematika maka guru matematika haruslah berusaha semaksimal mungkin agar siswa memiliki rasa suka, tertarik, perhatian terpusat serta terlibat aktif melalui desain pembelajaran yang tidak membosankan dan variatif melalui pembelajaran realistik. Melalui minat yang tinggi terhadap proses pembelajaran, siswa akan memperoleh pengalaman dan pengetahuan serta keterampilan dan lebih dari itu akan menjadikan belajar sebagai suatu kebutuhan. Juga oleh karena tingginya minat terhadap pembelajaran, mendorong untuk secara terus-menerus belajar dengan baik dan berusaha memperoleh hasil belajar yang baik. Oleh sebab itu pembelajaran realistik sebagai salah satu pendekatan untuk menarik perhatian siswa dengan cara menciptakan situasi pembelajaran yang bertolak dari situasi nayta dan konkrit di lingkungannya dengan penuh menyenangkan. Peran penting situasi lingkungan yang nyata telah dikemukan oleh Djamarah ( 2011 : 167) tentang bermacam cara yang dapat dilakukan oleh guru untuk membangkitkan minat siswa, slah satu diantaranya adalah menghubungkan bahan pelajaran yang diberikan dengan persoalan pengalaman yang dimiliki anak didik, sehingga anak didik mudah menerima bahan pelajaran. Oleh sebab itu membangkitkan minat belajar siswa agar dapat bergairah untuk menerima pelajaran, menyadarkan siswa agar terlibat langsung dalam pembelajaran, belajar dengan menyenangkan dan dapat menggunakan berbagai metode, strategi, teknik dan pendekatan pembelajaran yang menyenangkan. Hal demikian akan tercipta bila salah satu cara adalah mengubungkan materi pembelajaran dengan kehidupan realita lingkungan dan mengembalikan pengetahuan yang dipelajarai pada kehidupan nyata pada lingkungan sehari-hari.

Pembelajaran Matematika Realistik

Pembelajaran matematika realistik merupakan teori belajar mengajar dalam pendidikan matematika. Teori pembelajaran matematika realistik pertama kali diperkenalkan dan dikembangkan di Belanda pada tahun 1970 oleh Institut Freudenthal. Freudenthal berpendapat bahwa matematika harus diartikan dengan realita dan matematika merupakan aktivitas manusia (https://windiwati.wordpress.com/pembelajaran-matematika-realistik-rme/; diakses: Senin, 02 Maret 2020). Pemikiran Freudenthal ini menuntut bahwa pembelajaran matematika harus dikaitkan dengan kenyataan dan kehidupan sehari-hari yang bisa dialami sendiri oleh siswa. Pemikiran ini menekankan akan pentingnya situasi lingkungan yang konkrit baik itu media, metode maupun contoh masalah yang paling dekat dengan siswa serta pernah beriteraksi lansung dalam kehidupan sehari-hari. Situasi dan kondisi yang dialami inilah yang disebut sebagai sesuatu yang realistik.

Sabina (2012 : 104) menjelaskan bahwa pendekatan realistik adalah suatu pendekatan yang memanfatkan masalah realistik sebagai pangkal tolak pembelajaran. Oleh karena itu situasi masalah perlu diusahakan benar-benar kontekstual atau sesuai dengan pengalaman dan pernah diamati siswa, yang dalam pemecahannya dengan cara informal melalui matematika. Pandangan konstruktifis menekakan bahwa pembelajaran matematika diupayakan memberikan kesempatan kepada siswa untuk mengkonstruksi konsep-konsep matematika dengan kemampuan sendiri melalui proses internalisasi. Konsekensinnya siswa berperan aktif melibatkan diri dalam pembelajaran sedangka guru hadir sebagai pembimbing yang memfasilitasi proses pembelajaran. Guru berusaha dengan segala cara memberikan kesempatan kepada siswa untuk menemukan sendiri konsep-konsep matematika dengan kemampuan siswa sendiri dan guru terus memantau atau mengarahkan siswa dalam pembelajaran walaupun siswa sendiri yang akan menemukan konsep-konsep matematika, setidaknya guru harus terus mendampingi siswa dalam pembelajaran matematika. Pembelajaran matematika realistik memberikan kesempatan kepada peserta didik untuk menemukan kembali dan merekonstruksi konsep-konsep matematika, sehingga siswa dapat menguasaai konsep-konsep matematika sebagai pengetahuan yang dibangun berdasarkan keterampilan proses bukan sebatas ilmu hafalan. Lebih lanjut, Sabina (2012 : 106 ) mejelaskan bahwa pembelajaran matematika realistik merupakan pendekatan yang orientasinya menuju kepada pembelajaran siswa yang bersifat realistik sesuai dengan tuntutan kurikulum berbasis komptensi yang ditujukan pada pengembangan pada pikiran praktis, logis, kritis, dan jujur dengan berorintasi pada penalaran matematika dalam menyelesaikan masalah. Untuk memahami lebih jauh tentang pembelajaran matemtika realistik maka perlu dijelaskan beberapa karateristiknya. Pembelajaran matematika realistik memiliki beberapa karateristik (https://windiwati.wordpress.com/pembelajaran-matematika-realistik-rme/; diakses: Senin, 2 Maret 2020), yaitu :

Menggunakan konteks “dunia nyata”

Dunia nyata yang dimaksudkan berperan sebagai sumber matematisasi sekaligus sebagai tempat untuk mengaplikasikan kembali matematika. Artinya masalah sehari- hari dipecahkan secara matematika dan matematika itu sendiri akan memecahkan persoalan dalam kehidupan sehari-hari yang dijumpai siswa. Pembelajaran matematika realistik diawali dengan masalah-masalah yang nyata, sehingga siswa dapat menggunakan pengalaman sebelumnya secara langsung. Kemudian siswa juga dapat mengaplikasikan konsep-konsep matematika ke bidang baru dan dunia nyata. Oleh karena itu untuk membatasi konsep-konsep matematika dengan pengalaman sehari-hari perlu diperhatikan matematisasi pengalaman sehari-hari dan penerapan matematika dalam sehari-hari.

Menggunakan model-model (matematisasi)

Istilah model ini berkaitan dengan model situasi dan model matematika yang dikembangkan oleh siswa sendiri. Model ini berperan sebagai penghubung bagi siswa dari situasi nyata yang dihadapi sehari-hari ke situasi abstrak atau dari matematika informal ke matematika formal. Artinya siswa membuat model sendiri dalam menyelesaikan masalah. Model situasi merupakan model yang dekat dengan dunia nyata siswa. Melalui penalaran matematika model-model akan bergeser menjadi model pemecahan masalah yang sejenis yang dihadapi yang pada akhirnya akan menjadi model matematika formal. Dengan kata lain bahwa konsep atau ide matematika direkonstruksi oleh siswa melalui model–model instrumen dari prosedur informal ke bentuk formal.

Menggunakan produksi dan konstruksi

Melalui “produksi bebas” siswa akan termotoinvasi untuk melakukan refleksi pada bagian yang mereka anggap penting dalam proses belajar. Kemampuan siswa yang berupa dalam pemecahan masalah konstekstual merupakan motivasi dalam pengembangan pembelajaran lebih lanjut atau mengkonstruksi pengetahuan matematika formal.

Menggunakan interaktif.

Interaktif antara siswa dengan guru merupakan hal yang mendasar dalam pembelajaran matematika realistik. Bentuk-bentuk interaktif antara siswa dengan guru biasanya berupa negoisasi, penjelasan, pembenaran, setuju, tidak setuju, pertanyaan, digunakan untuk mencapai bentuk formal dari bentuk-bentuk informal siswa.

Menggunakan keterkaitan dalam pembelajaran matematika realistik.

Keterkaitan yang dimaksudkan adalah hubungan antara topik/materi dalam matematika maupun dengan bidang kajian pada mata pelajaran lainnya.

Oleh sebab itu guru dituntut untuk mempelajari konsep-konsep ilmu lain karena akan berpengaruh pada pemecahan masalah. Penerapan konsep membutuhkan pengetahuan yang kompleks, atau dengan kata lain pembelajaran matematika tidak hanya dibatasi pada materi aritmatika, aljabar, atau geometri tetapi juga bidang lain.

Mengkaji karateristik pembelajaran matematika realistik ini, maka pembelajaran matematika dengan penerapan metode maupun media apapun bisa mejadi lebih optimal oleh sebab tidak asingnnya situasi pembelajaran bahkan siswa menganggap pembelajaran matematika adalah bagian dari keseharian yang selalu dihadapi. Berdasarkan uraian di atas maka secara ringkas pembelajaran matematika realistik dapat digambarkan sebagai berikut:

Berdasarkan skema sederhana di atas dapat dijelaskan bahwa pembelajaran matematika realistik diawali dari situasi nyata yang dihadapi siswa dalam kesehariannya. Selajutnya guru mendampingi siswa mengubah situasi nyata dalam bentuk kaidah matematika untuk dijadikan konsep secara matematika formal. Pada tahap selajutnya matematika formal dikembangkan melalui kegiatan pembelajaran dan latihan-latihan soal. Tahap akhir siswa diajak untuk memanfaatkan konsep matematika formal tersebut dalam memecahkan masalah yang dihapai dalam kehidupannya. Secara singkat bahwa desain pembelajaran matematika realistik akan menjadi sebuah siklus yang tidak terputus antara lingkungan nayata ke matematika formal dan kembali konsep matematika untuk pemecahan masalah sehari-hari yang nyata. Oleh karena itu dalam agar memudahkann guru dalam penerapannya diperlukan media dan alat peraga yag sesuai dengan tema/topik yang dibahas. Pemilihan media dan alat peraga diusahakan dekat dengan kehidupan siswa serta mudah diperoleh di lingkungan siswa. Jadi pembelajaran Matermatika realistik haruslah mmbentuk sebuah rantai yag tidak terputus, artinya yang ada dalam kehidupan nayata bisa deiselesaikan dalam matematika, pun sebalinya mateamtika mapun memcakan maslah ynag dihadapai siswa dalam kegidpan duania nayata. Melalui pembelajaran Matematika realistik iklim proses pembelajara di kelas meyenangkan sebab meteri dan konsep-konsep matematika menjadi lebih menarik, relevan, dan bermakna, tidak terlalu formal dan tidak terlalu abstrak, serta konteks dunia nyata sebagai titik awal pembelajaran matematika.

PENUTUP

3.1 Kesimpulan

Berdasarkan uraian pada bagian terdahulu, penulis dapat memberikan beberapa kesimpulan, yaitu :

Pertama : Pembelajaran matematika realistik menggunakan masalah realistik sebagai pangkal tolak pembelajaran, dan melalui matematisasi horisontal-vertikal siswa diharapkan dapat menemukan dan merekonstruksi konsep-konsep matematika atau pe-ngetahuan matematika formal. Pembelajaran matematika dengan pendekatan realistik berpusat pada siswa, sedangkan guru hanya sebagai fasilitator dan motivator, sehingga memerlukan paradigma yang berbeda tentang bagaimana siswa belajar, bagaimana guru mengajar, dan apa yang dipelajari oleh siswa dengan paradigma pembelajaran matematika selama ini.

Kedua : Minat belajar matematia sebagai perasaan tertarik, ingin tahu yang tinggi disertai usaha memberi perhatian yang lebih besar terhadap konsep maupun keterampilan matematika sesuatu yang dipelajari dan mengikuti kegiatan yang dilakukan dengan rasa senang karena dorongan jiwa atas kebutuhan untuk mendapatkan informasi, pengetahuan, serta kecakapan dan keterampilan.

Ketiga : Pendekatan realistik, merupakan salah satu upaya untuk meningkatkan minat siswa terhadap metematika. Pendekatan pembelajarnan matematika dapat meningkatkan minat siswa dalam mengikuti pembelajaran matematika di tingkat sekolah dasar. Semakin terpusat perhatian siswa terhadap materi pembelajaran, proses pembelajaran akan semakin baik, efektif, menyenangkan dan pada akhirnya akan tercapainya hasil belajar yang memuaskan.

3.2 Saran

Kiranya dengan diselesaikannya tulisan ini, memberikan secuil harapan bagi para guru agar mendesain pola pembelajaran matematika realistik dalam pembelajaran Matematika agar minat belajar siswa terhadap matematika sangat tinggi. Sehigga meningkatka hasil hasil belajar yag maksimal ssuai dengan kompetnsi yang aka dicapai. Lebih dari itu pembelajaran matematika tidak lagi menjadai pembelajaran yang menankutkan atau mata pelajaran yang sulit tetapi merupakan pembelajaran yang menyenangkan dan akhirnya hasil belajar sisa pun meningkat.

DAFTAR KEPUSTAKAAN

Djamarah, B.S.2011. Psikologi BelajarJakarta : Rineka Cipta.

https://windiwati.wordpress.com/pembelajaran-matematika-realistik-rme/ (diakses: Senin, 2 Maret 2020)

http://www.sarjanaku.com/2012/12/pengertian-minat-belajar-siswa-menurut.html; diakses: Senin, 2 Maret 2020),

Makhrus, M, et al., 2008. Metode Pembelajaran IPA; Panduan untuk Guru dan Orang Tua. Jakarta: Azka Press.

Ndiung, Sabina., 2012, (1) Peningkatan Keefektifan Pembelajaran Matematika Melalui Pendekatan Matematika Realistik Sissa Kelas V SD Negeri Sumber II Berbah Sleman. “Jurnal Pendidikan dan Kebudayaan MISSIO”, Vol. 4, No. 1, Hal. 101-117

Slameto., 2010. Belajar dan faktor- faktor yang mempengaruhi. Jakarta Rineka Cipta.

Sudaryono., 2012. Darar-Dasar Evaluasi Pembelajaran. Yogyakarta Graha Ilmu.

Trianto.,2007.Model-model Pembelajaran Inovatif Berorientasi Konstruktivistik. Jakarta Prestasi Pustaka.

Undang-Undang Republik Indonesia No. 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional.

BIODATA PENULIS

Fransiskus Jamento, S.Pd lahir di Rego – Manggarai Barat – Flores – Nusa Tenggara Timur pada tanggal 14 November 1987. Menempuh pendidikan sekolah dasar di SD Katolik Rego – Manggarai Barat (1994 – 2000), SMP Katolik Santu Markus Pateng – Manggarai Barat (2000 – 2003), SMA Katolik Santu Klaus Werang – Manggarai Barat (2003 – 2006). Melanjutkan pendidikan tinggi program studi Pendidikan Guru Sekolah Dasar (PGSD) pada Universitas Katolik Indonesia Santu Paulus Ruteng – Manggarai – Flores – NTT (2007 – 2009) lulus dengan predikat cumlaude. Setelah menamatkan pendidikan diploma dua, terhitung mulai tanggal 01 Januari 2010 lulus seleksi CPNS sebagai guru di SD Negeri Torong Raja – kecamatan Ndoso kabupaten Manggarai Barat –NTT. Tiga tahun mengabdi mendapatkan izin melanjutkan pendidikan pada program sutudi PGSD Universitas Katolik Indonesia Santu Paulus Ruteng - Manggarai – Flores – NTT (2011 – 2013) juga memperoleh predikat kelulusan cumlaude. Lalu kembali mengabdi sebagai guru di SD Inpres Lareng kecamatan Ndoso kabupaten Manggarai Barat sampai sekarang.

Selain sebagai guru Frengky (sapaannya) aktif mengikuti organsisasi profesi Persatuan Guru Republik Indonesia (PGRI) sebagai sekretaris cabang PGRI kecamatan Ndoso sejak tahun 2013. Pada tahun 2015 menjadi salah satu dari 15 guru meraih meraih hadiah dan penghargaann Guru Berdedikasi Luar Biasa di Daerah Terdepan Terbelakang dan Terluar (Daerah 3T) dari PB PGRI dan PT. Telkom Indonesia yang diterima pada peringatan Hari Guru dan HUT ke-70 PGRI bertempat Stadion Gelora Bungkarno Senayan-Jakarta. Juga pernah mengiuti kegiatan sebagai peserta dalam berbagai kegaitan diselenggarakan oleh organisasi PGRI bersama organisasi Internasisonal Education (IE) tahun 2017 dan tahun 2018. Bersama Tim Gurita (Guratan Inspirasi dan Cerita) menulis buku Refleksi Pendidikan Untuk Masa Depan diterbitkan pada bulan Maret 2019 oleh Penerbit Diandra Kreatif Yogyakarta.

Frengky, menikah dengan Afny Sutiany pada tahun 2012 dan kini dikarunia dua orang anak Adventiano Suryawestren Jamento dan Priscilla Ayunatjwa Jamento.

DISCLAIMER
Konten pada website ini merupakan konten yang di tulis oleh user. Tanggung jawab isi adalah sepenuhnya oleh user/penulis. Pihak pengelola web tidak memiliki tanggung jawab apapun atas hal hal yang dapat ditimbulkan dari penerbitan artikel di website ini, namun setiap orang bisa mengirimkan surat aduan yang akan ditindak lanjuti oleh pengelola sebaik mungkin. Pengelola website berhak untuk membatalkan penayangan artikel, penghapusan artikel hingga penonaktifan akun penulis bila terdapat konten yang tidak seharusnya ditayangkan di web ini.

Laporkan Penyalahgunaan

Komentar

Wah keren pembahasannya

31 Mar
Balas

Terima kasih, salam kenal dari NTT

24 Oct
Balas



search

New Post